Setiap tahun biasanya karyawan mengharapkan bonus tahunan yang mereka terima dapat meningkat. Meski harus menunggu satu tahun untuk menerimanya, bonus tahunan memiliki dampak yang cukup besar dalam me-retain karyawan. Dengan adanya bonus tahunan itu karyawan memiliki harapan untuk mendapatkan bagian tertentu dari profit perusahaan.
Setiap perusahaan memiliki pola yang berbeda-beda dalam menghitung berapa bonus tahunan yang akan mereka berikan kepada karyawan. Tiga klien kami mengalokasikan 10%-20% dari profit untuk dibagikan kepada karyawan. Distribusi bonus tahunan untuk setiap departemen atau bagian di perusahaan berbeda-beda.
Marketing: 30%
Produksi: 20%
SDM: 15%
Keuangan: 15%
R&D: 10%
Legal & Umum: 10%
Lalu bagian persentase itu didistribusikan lagi sesuai level jabatan dan jumlah staf di masing-masing departemen. Misalkan untuk Departemen Marketing adalah sebagai berikut:
Marketing Manager: 25%
Sales Supervisor: 15%
9 Salesperson: 54% (@6%)
Sales Admin: 6%
Dengan pembagian bonus seperti di atas sangat mempengaruhi produktivitas karyawan di tahun berikutnya. Bonus tahunan memberikan harapan besar kepada karyawan karena besarannya yang lumayan. Dibanding insentif kinerja bulanan tentu bonus tahunan tidak kalah menarik. Karyawan pun akan lebih berorientasi profit dalam bekerja, ini menyehatkan bisnis perusahaan. Saat ini jarang sekali karyawan yang peduli apakah perusahaan akan mendapatkan profit atau tidak, yang mereka pedulikan adalah yang penting mereka digaji setiap bulannya. Tentu saja karyawan yang bekerja untuk meningkatkan profit perusahaan akan lebih luar biasa dalam bekerja dibanding mereka yang sekedar mencari gaji. Sekarang bagaimana perusahaan membangun sistem yang memungkinkan karyawan untuk menerima bagian dari profit perusahaan. Tentu ini akan sangat menginspirasi karyawan untuk bekerja dengan lebih baik lagi. (Bambang Triyawan)
Total Tayangan Halaman
Senin, 02 Januari 2012
Senin, 19 Desember 2011
Facebook, Salah Satu Perusahaan Favorit versi Glassdoor
Glassdoor, perusahaan konsultan, baru saja merilis temuan survei tahunan untuk dua kategori, best place to work dan work life balance. Seperti dikemukakan Robert Hohman, CEO Glassdoor, survei tahunan yang sudah berlangsung keempat kalinya ini, melibatkan sebanyak 250.000 karyawan di 65 ribu perusahaan di Amerika Serikat (AS). Para responden diajukan 20 pertanyaan mengenai career development, compensation and benefit, feed-back, communication, dan work life balance.
Hasilnya adalah, untuk kategori Top 50 Best Places To Work yang ada di urutan 5 teratas adalah masing-masing; Bain & Company, McKinsey & Company, Facebook, MITRE dan Google. Sedangkan 5 perusahaan yang mendukung program work life balance, dengan skor tertinggi adalah; Nestle Purina Petcare, MITRE, SAS Institute, FactSet and United Space Alliance.
Selain menghadirkan ruangan kantor yang nyaman, Facebook juga memberikan banyak benefit, diantaranya ada program meal (makan) tiga kali sehari, ada aneka snack dan minuman yang bisa dibuat sendiri di ruangan pantry. Malah, kalau perlu ada dosen dan guru kursus khusus untuk meningkatkan skills karyawannya, Facebook tak segan untuk mendatangkannya ke kantor. Di samping itu ada layanan kesehatan, program pensiun, jasa laundry dan beragam gathering yang bisa diikuti dengan tujuan agar karyawan satu dengan yang lainnya bertambah akrab. Di sini Anda dapat melihat bagaimana interior salah satu area kantor Facebook.
Tentu tidak mudah mentransformasikan perusahaan Anda menjadi perusahaan yang fleksibel dimana karyawan dapat mewujudkan keseimbangan antara kantor dengan rumah. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari tingkat manajemen. Yang memungkinkan itu dapat diwujudkan adalah dengan memandang bahwa kinerja karyawan tidak dinilai hanya dari berapa jumlah jam kerja yang mereka habiskan di tempat kerja, tapi kontribusi atau hasil apa yang mereka capai dalam bekerja. Dan bila karyawan memang membutuhkan waktu untuk membangun keseimbangan dengan rumah hal itu tidak menjadi sesuatu yang dipersulit oleh manajemen.
Tampaknya tidak semua model bisnis dapat diberikan fleksibilitas seperti itu. Maka di masa depan perusahaan dengan bidang bisnis seperti Facebook atau industri kreatif-inovatif lainnya akan terus diburu oleh para job-seeker. Tapi setidaknya perusahaan Anda dapat mengadopsi beberapa hal yang akan membuat karyawan Anda betah dan senang bekerja untuk perusahaan. (Bambang Triyawan)
Hasilnya adalah, untuk kategori Top 50 Best Places To Work yang ada di urutan 5 teratas adalah masing-masing; Bain & Company, McKinsey & Company, Facebook, MITRE dan Google. Sedangkan 5 perusahaan yang mendukung program work life balance, dengan skor tertinggi adalah; Nestle Purina Petcare, MITRE, SAS Institute, FactSet and United Space Alliance.
Selain menghadirkan ruangan kantor yang nyaman, Facebook juga memberikan banyak benefit, diantaranya ada program meal (makan) tiga kali sehari, ada aneka snack dan minuman yang bisa dibuat sendiri di ruangan pantry. Malah, kalau perlu ada dosen dan guru kursus khusus untuk meningkatkan skills karyawannya, Facebook tak segan untuk mendatangkannya ke kantor. Di samping itu ada layanan kesehatan, program pensiun, jasa laundry dan beragam gathering yang bisa diikuti dengan tujuan agar karyawan satu dengan yang lainnya bertambah akrab. Di sini Anda dapat melihat bagaimana interior salah satu area kantor Facebook.
Tentu tidak mudah mentransformasikan perusahaan Anda menjadi perusahaan yang fleksibel dimana karyawan dapat mewujudkan keseimbangan antara kantor dengan rumah. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari tingkat manajemen. Yang memungkinkan itu dapat diwujudkan adalah dengan memandang bahwa kinerja karyawan tidak dinilai hanya dari berapa jumlah jam kerja yang mereka habiskan di tempat kerja, tapi kontribusi atau hasil apa yang mereka capai dalam bekerja. Dan bila karyawan memang membutuhkan waktu untuk membangun keseimbangan dengan rumah hal itu tidak menjadi sesuatu yang dipersulit oleh manajemen.
Tampaknya tidak semua model bisnis dapat diberikan fleksibilitas seperti itu. Maka di masa depan perusahaan dengan bidang bisnis seperti Facebook atau industri kreatif-inovatif lainnya akan terus diburu oleh para job-seeker. Tapi setidaknya perusahaan Anda dapat mengadopsi beberapa hal yang akan membuat karyawan Anda betah dan senang bekerja untuk perusahaan. (Bambang Triyawan)
Minggu, 11 Desember 2011
Menghadapi Sikap Senioritas Karyawan
Seorang karyawan yang masih sangat muda dipercaya untuk memimpin rekan-rekannya yang memiliki usia relatif lebih senior. Banyak kesulitan yang harus dihadapinya, antara lain kecemburuan dari rekan-rekannya, adanya tembok tebal dalam komunikasi karena perbedaan faktor usia, dan beberapa masalah lainnya. Memimpin para senior (dari sisi usia dan mungkin juga pengalaman) bukanlah perkara gampang, tapi ini adalah tantangan bagi para pemimpin. Saya memiliki beberapa saran taktis bila Anda berada di posisi seperti ini.
(1) Tetaplah percaya diri. Betapapun seniornya tim Anda, Andalah yang dipilih untuk memimpin. Itu menunjukkan perbedaan kapabilitas Anda dengan mereka, terutama dalam aspek kepemimpinan (leadership). Suatu panggilan atau kesempatan untuk memimpin tidak menghampiri setiap orang begitu saja. Kesempatan ini datang karena tingkat kepercayaan dari para penunjuk atau pemilih Anda.
(2) Bangunlah kecakapan. Pemimpin seringkali haruslah seseorang yang paling hebat dari sisi knowledge, skill dan attitude. Lambat laun para senior itu akan mengakui kehebatan Anda bila Anda terus memaksimalkan kemampuan, terutama dalam memberikan solusi bagi masalah-masalah kinerja yang mereka hadapi. Saat Anda menjadi seorang sales supervisor, buktikan bahwa penjualan pribadi Anda dapat melebihi bawahan. Tunjukkan bahwa konsumen yang sulitpun dapat Anda 'closing'-kan, maka mereka akan respek dan menghargai Anda.
(3) Dengarkan pendapat mereka. Mereka yang lebih senior biasanya merasa memiliki segudang pengalaman dibandingkan Anda. Maka sering-seringlah meminta pendapat kepada mereka. Ciptakan budaya brainstorming dengan mereka. Mereka senang ketika dimintai pertimbangan. Anda bisa meminta mereka melakukan sesuatu tapi dengan cara meminta pertimbangan. Misalnya,"Bagaimana kita menghadapi konsumen yang sulit ini?" Kata mereka,"Kita harus menyentuh sisi emosional mereka." Anda dapat mengatakan,"Apakah Anda bisa melakukannya?" Kata mereka, "Akan saya coba."
(4) Berikan penghargaan setiap ada kesempatan. Kita sering mendengar bahwa semakin bertambah usia seseorang semakin besar kebutuhannya untuk dihargai. Memberikan penghargaan bukanlah hal yang sulit. Ucapkanlah "terimakasih", "Anda hebat" atau "Anda luar biasa". Pengaruh dari penghargaan yang dikatakan secara tulus tidak dibuat-buat akan memberikan dampak yang bagus untuk mencairkan perasaan senioritas mereka.
Bagaimana bila empat strategi di atas telah dicoba tapi perilaku mereka tetap 'meremehkan' kepemimpinan Anda? Tidak ada pilihan lain, bersikap tegaslah. Beranikan diri Anda untuk menegur mereka dan sentuhlah kesadaran mereka. Sikap diam atau ketidaktegasan Anda hanya akan memperburuk situasi. Kinerja tim akan dipertaruhkan. Karena tugas setiap pemimpin adalah menyediakan tidak hanya konsekuensi positif, namun juga konsekuensi negatif saat orang tidak bersedia diatur dan dipimpin. Selamat mencoba. (Bambang Triyawan)
(1) Tetaplah percaya diri. Betapapun seniornya tim Anda, Andalah yang dipilih untuk memimpin. Itu menunjukkan perbedaan kapabilitas Anda dengan mereka, terutama dalam aspek kepemimpinan (leadership). Suatu panggilan atau kesempatan untuk memimpin tidak menghampiri setiap orang begitu saja. Kesempatan ini datang karena tingkat kepercayaan dari para penunjuk atau pemilih Anda.
(2) Bangunlah kecakapan. Pemimpin seringkali haruslah seseorang yang paling hebat dari sisi knowledge, skill dan attitude. Lambat laun para senior itu akan mengakui kehebatan Anda bila Anda terus memaksimalkan kemampuan, terutama dalam memberikan solusi bagi masalah-masalah kinerja yang mereka hadapi. Saat Anda menjadi seorang sales supervisor, buktikan bahwa penjualan pribadi Anda dapat melebihi bawahan. Tunjukkan bahwa konsumen yang sulitpun dapat Anda 'closing'-kan, maka mereka akan respek dan menghargai Anda.
(3) Dengarkan pendapat mereka. Mereka yang lebih senior biasanya merasa memiliki segudang pengalaman dibandingkan Anda. Maka sering-seringlah meminta pendapat kepada mereka. Ciptakan budaya brainstorming dengan mereka. Mereka senang ketika dimintai pertimbangan. Anda bisa meminta mereka melakukan sesuatu tapi dengan cara meminta pertimbangan. Misalnya,"Bagaimana kita menghadapi konsumen yang sulit ini?" Kata mereka,"Kita harus menyentuh sisi emosional mereka." Anda dapat mengatakan,"Apakah Anda bisa melakukannya?" Kata mereka, "Akan saya coba."
(4) Berikan penghargaan setiap ada kesempatan. Kita sering mendengar bahwa semakin bertambah usia seseorang semakin besar kebutuhannya untuk dihargai. Memberikan penghargaan bukanlah hal yang sulit. Ucapkanlah "terimakasih", "Anda hebat" atau "Anda luar biasa". Pengaruh dari penghargaan yang dikatakan secara tulus tidak dibuat-buat akan memberikan dampak yang bagus untuk mencairkan perasaan senioritas mereka.
Bagaimana bila empat strategi di atas telah dicoba tapi perilaku mereka tetap 'meremehkan' kepemimpinan Anda? Tidak ada pilihan lain, bersikap tegaslah. Beranikan diri Anda untuk menegur mereka dan sentuhlah kesadaran mereka. Sikap diam atau ketidaktegasan Anda hanya akan memperburuk situasi. Kinerja tim akan dipertaruhkan. Karena tugas setiap pemimpin adalah menyediakan tidak hanya konsekuensi positif, namun juga konsekuensi negatif saat orang tidak bersedia diatur dan dipimpin. Selamat mencoba. (Bambang Triyawan)
Senin, 05 Desember 2011
Mempertahankan Talent melalui Leadership Development
Mempertahankan talent susah-susah gampang. Enam hal yang paling perlu diperhatikan untuk mempertahankan talent adalah job design, job resources, reputation, career, relation with manager, dan compensation.
Dari sekian banyak faktor penting untuk meningkatkan retensi karyawan yang paling sulit adalah mengubah gaya kepemimpinan manager. Hampir sebagian besar mereka yang meninggalkan perusahaan lamanya mengeluhkan hubungan dan kepercayaan yang rendah terhadap managernya. Ini dapat diperbaiki bila para manager bersedia mengubah cara mereka dalam memimpin.
Tampaknya pengembangan kepemimpinan tidak dapat ditunda lagi di perusahaan Anda. Anda akan kehilangan banyak talent. Lagipula dengan mengembangkan kepemimpinan akan terbuka peluang untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Pemimpin bukanlah segalanya, tapi segalanya akan menjadi sulit tanpa hadirnya seorang pemimpin yang profesional da memahami bagaimana bekerja dengan orang secara efektif.
Pengembangan kepemimpinan di perusahaan yang menjadi klien saya membuat karyawan mengurungkan niatnya untuk hengkang dari perusahaan. Beberapa karyawan mengungkapkan, "Untung mereka berubah, tadinya saya akan keluar." Meski begitu Anda perlu menyeleksi program-program pengembangan kepemimpinan yang ada dengan sangat ketat. Program itu harus langsung menyentuh akar masalah hubungan antara manager dengan karyawannya dan memberikan jalan keluar yang andal. (Bambang Triyawan)
Dari sekian banyak faktor penting untuk meningkatkan retensi karyawan yang paling sulit adalah mengubah gaya kepemimpinan manager. Hampir sebagian besar mereka yang meninggalkan perusahaan lamanya mengeluhkan hubungan dan kepercayaan yang rendah terhadap managernya. Ini dapat diperbaiki bila para manager bersedia mengubah cara mereka dalam memimpin.
Tampaknya pengembangan kepemimpinan tidak dapat ditunda lagi di perusahaan Anda. Anda akan kehilangan banyak talent. Lagipula dengan mengembangkan kepemimpinan akan terbuka peluang untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Pemimpin bukanlah segalanya, tapi segalanya akan menjadi sulit tanpa hadirnya seorang pemimpin yang profesional da memahami bagaimana bekerja dengan orang secara efektif.
Pengembangan kepemimpinan di perusahaan yang menjadi klien saya membuat karyawan mengurungkan niatnya untuk hengkang dari perusahaan. Beberapa karyawan mengungkapkan, "Untung mereka berubah, tadinya saya akan keluar." Meski begitu Anda perlu menyeleksi program-program pengembangan kepemimpinan yang ada dengan sangat ketat. Program itu harus langsung menyentuh akar masalah hubungan antara manager dengan karyawannya dan memberikan jalan keluar yang andal. (Bambang Triyawan)
Rabu, 30 November 2011
Mencari Konsep Manajemen Kinerja Terbaik
"Konsep manajemen kinerja apa yang seharusnya saya terapkan di perusahaan?" Pertanyaan tersebut sering diajukan oleh para direktur perusahaan kepada saya karena begitu banyaknya pilihan yang ada saat ini. Ada cerita menarik sebelum saya menjawab pertanyaan di atas.
Sebuah perusahaan menggunakan jasa konsultan untuk menghadapi berbagai masalah kinerja yang terjadi di perusahaannya. Dalam sesi pertama pertemuan, sang klien bertanya kepada konsultannya, ”Karyawan kami tidak memiliki etos atau semangat kerja yang tinggi, apakah Anda memiliki saran untuk mengatasinya?”
Sang konsultan berpikir sejenak, lalu menjawab, ”Adakan pelatihan motivasi. Character Building atau outbound training bisa dicoba.” Sang klien menyetujuinya. Mereka berinvestasi ratusan juta rupiah untuk menyelenggarakan program pelatihan bagi seluruh karyawannya yang berjumlah 700 orang. Investasi itu membuahkan hasil, ada perubahan dalam cara karyawan bekerja, merekapun lebih mampu bekerja sama dalam sebuah tim.
Tapi kondisi itu hanya berjalan efektif selama dua bulan. Setelah 60 hari kinerja kembali ke titik semula. Bahkan masalah-masalah kinerja yang terjadi semakin banyak. Sang klien kembali memanggil konsultannya dan bertanya, ”Pelatihan tampaknya tidak efektif, karyawan tetap kurang profesional dalam bekerja. Mereka masih memperlakukan pelanggan dalam cara-cara yang buruk. Anda punya solusinya?” Konsultannya tidak segera menjawab. Ia mengatakan, ”Besok saya akan hubungi Anda untuk memberikan solusi yang bisa Anda terapkan.”
Keesokan harinya konsultannya menghubungi,”Saya punya jalan keluar untuk masalah Anda. Sudah saatnya perusahaan Anda untuk menerapkan konsep Service Excellence.” Sang klien setuju dan minta bantuan konsultan untuk menerapkan konsep tersebut. Konsultan menggandeng business partner-nya untuk menerapkan Service Excellence bagi kliennya. Investasinya masih ratusan juta rupiah. Dilakukan upaya perbaikan layanan pelanggan di semua area perusahaan. Bahkan beberapa teknologi baru dibeli untuk memudahkan upaya memuaskan pelanggan.
Setelah penerapan konsep itu, perusahaan tampak lebih baik. Apalagi keramahan staf layanan pelanggan turut mempengaruhi suasana positif dalam perusahaan. Sang klien tampak puas. Kondisi baik itu dinikmatinya selama lebih kurang 6 bulan. Dan setelah itu ia kembali mengeluh kepada konsultannya, ”Layanan pelanggan sudah diperbaiki, mengapa kinerja keuangan perusahaan tetap stagnan?” Sang konsultan tidak langsung menjawab.” Saya minta waktu tiga hari untuk memikirkannya.”
Setelah tiga hari sang konsultan datang dengan wajah optimis, ”Klien saya yang lain memiliki problem yang mirip dengan Anda. Mereka menerapkan Balanced Scorecard dan berhasil membalikkan keadaan.” Dengan nada lemah sang klien bertanya berapa yang harus diinvestasikannya untuk menerapkan pendekatan itu? Konsultan menjawab, ”Anggota tim saya ada yang memiliki pengalaman di bidang itu. Harganya tidak jauh dengan program yang sebelumnya.” Sang klien menjawab, ”Baik, tapi saya tidak ingin gagal lagi.” Sang konsultan meyakinkannya.
Balanced Scorecard dijalankan selama satu tahun di perusahaan tersebut. Terjadi perbaikan kinerja yang cukup signifikan. Tapi belum sampai tiga semester penerapan, kinerja perusahaan kembali menurun. Sang klien merasa bingung dan setengah putus asa. Ia tidak lagi menghubungi konsultannya.
Karena tidak dihubungi lebih dari dua bulan, sang konsultan pun menghubunginya via telepon, ”Bagaimana kondisi perusahaan Anda?” Dengan nada skeptis sang klien menjawab, ”Masalah kinerja kami semakin banyak. Pendapatan menurun drastis. Kami sudah benar-benar tidak memiliki uang saat ini. Kami bersiap-siap akan menjual perusahaan ke pihak lain.” Hening sejenak. Lalu sang konsultan berkata, ”Sayang sekali, padahal masih banyak solusi lain yang ingin saya tawarkan kepada Anda.”
Apa pendapat Anda tentang kisah di atas? Bila Anda di posisi klien, pasti Anda akan kecewa terhadap konsultan Anda. Ia telah menguras uang Anda sembari solusi yang diterapkan tidak memberikan hasil seperti yang Anda harapkan.
Ada pelajaran penting dari kisah sang klien dan konsultannya. Yang pertama, solusi yang diberikan konsultan tidak bersifat integral dan menyeluruh sehingga masalah kinerja terjadi silih berganti di perusahaan kliennya.
Kedua, konsultan memberikan solusi berupa konsep dan instrumen manajemen tapi tidak menyiapkan komitmen pihak manajemen dan karyawan untuk menghadapi perubahan. Bila semua pihak di perusahaan tidak benar-benar siap maka program-program hanya akan menghasilkan perubahan sementara, tidak permanen. Jadi bukan konsep manajemennya yang buruk, tapi persiapan dan komitmen yang lemahlah yang menjadi penyebabnya.
Senin, 07 November 2011
Dorongan Positif dalam Tim
Sudah saatnya seluruh tim di perusahaan Anda diajarkan untuk menggunakan dorongan positif untuk memacu kerjasama yang lebih kuat. Dorongan positif itu dipraktekkan dalam bentuk bagaimana seorang anggota tim memberikan berbagai ungkapan positif dan penghargaan setelah rekannya bekerja dengan baik. Ini efektif karena rekan satu tim biasanya menjadi orang yang pertama tahu ketika rekannya menunjukkan kemajuan dalam pekerjaan.
Siklus perkembangan tim pada umumnya melewati empat tahapan penting:
1. FORMING: Pembentukan. Di tahapan ini tim tim adalah kumpulan orang yang bersama-sama dituntut untuk menghasilkan unjuk kerja yang tinggi.
2. CHAOS: Kekacauan. Di tahapan ini tim mulai mengalami berbagai konflik alamiah sebagai konsekuensi berkumpulnya orang dari latar belakang pengetahuan dan karakter yang berbeda-beda. Tim yang berkonflik tidak perlu disikapi negatif, ini menunjukkan tim sedang bertumbuh.
3. STABILIZE: Stabil. Tim mulai masuk ke tahapan stabil di mana setiap anggota tim mulai dapat saling menghargai sesama rekan dalam satu tim.
4. PROGRESS: Kemajuan. Tim mulai dapat bersinergi untuk memberikan hasil sesuai visi bersama.
Setiap tahapan perkembangan di atas akan lebih cepat terjadi bila tim menerapkan dorongan positif dalam pekerjaan sehari-hari. Menghargai kontribusi rekan kerja akan memacu anggota tim untuk memberikan kontribusi yang lebih besar. Penghargaan itu mempercepat adaptasi dalam tubuh tim. Atmosfir yang terbangun menjadi sangat positif. Tim seperti itu pasti akan memiliki kinerja yang tinggi.
Siklus perkembangan tim pada umumnya melewati empat tahapan penting:
1. FORMING: Pembentukan. Di tahapan ini tim tim adalah kumpulan orang yang bersama-sama dituntut untuk menghasilkan unjuk kerja yang tinggi.
2. CHAOS: Kekacauan. Di tahapan ini tim mulai mengalami berbagai konflik alamiah sebagai konsekuensi berkumpulnya orang dari latar belakang pengetahuan dan karakter yang berbeda-beda. Tim yang berkonflik tidak perlu disikapi negatif, ini menunjukkan tim sedang bertumbuh.
3. STABILIZE: Stabil. Tim mulai masuk ke tahapan stabil di mana setiap anggota tim mulai dapat saling menghargai sesama rekan dalam satu tim.
4. PROGRESS: Kemajuan. Tim mulai dapat bersinergi untuk memberikan hasil sesuai visi bersama.
Setiap tahapan perkembangan di atas akan lebih cepat terjadi bila tim menerapkan dorongan positif dalam pekerjaan sehari-hari. Menghargai kontribusi rekan kerja akan memacu anggota tim untuk memberikan kontribusi yang lebih besar. Penghargaan itu mempercepat adaptasi dalam tubuh tim. Atmosfir yang terbangun menjadi sangat positif. Tim seperti itu pasti akan memiliki kinerja yang tinggi.
Rabu, 26 Oktober 2011
Bekerja dalam Jam-Jam yang Panjang
Bila sistem penghargaan dan dorongan positif sudah cukup terbangun dengan baik di perusahaan, maka karyawan akan melakukan pekerjaan dalam cara-cara yang luar biasa. Mereka siap bekerja dalam jam-jam yang panjang untuk memberikan unjuk kerja terbaiknya.
Seorang karyawan bahkan bisa membawa pulang kerjanya ke rumah dan mengerjakannya hingga selesai. Semua itu demi dorongan positif yang mereka cari di tempat kerja. Kita harus membayar upah lembur untuk sekedar menahan mereka 2-3 jam lebih lama demi menyelesaikan kerja dan tidak meninggalkan kantor. Tapi dengan dorongan positif merekalah yang menginginkannya, bukan Anda.
Di masa kini, dimana para pekerja dinilai kontribusinya berdasarkan hasil(results), maka bekerja dalam jam-jam yang panjang mungkin tidak terlalu direkomendasikan. Yang penting target tercapai. Itu mungkin yang dikatakan oleh para pengusaha. Tapi bayangkanlah bila karyawan memilih bekerja dalam jam-jam yang panjang sehingga target mereka tercapai melebihi yang diharapkan. Bukankah ini menyenangkan bagi Anda?
Solusi paling tepat untuk menciptakan perubahan kinerja ini tidak lain adalah DORONGAN POSITIF. Yaitu memberikan beragam konsekuensi positif terhadap prestasi kerja karyawan. Para pemimpin dan perusahaan mungkin telah memahaminya, tapi sedikit sekali melakukannya.
Seorang karyawan bahkan bisa membawa pulang kerjanya ke rumah dan mengerjakannya hingga selesai. Semua itu demi dorongan positif yang mereka cari di tempat kerja. Kita harus membayar upah lembur untuk sekedar menahan mereka 2-3 jam lebih lama demi menyelesaikan kerja dan tidak meninggalkan kantor. Tapi dengan dorongan positif merekalah yang menginginkannya, bukan Anda.
Di masa kini, dimana para pekerja dinilai kontribusinya berdasarkan hasil(results), maka bekerja dalam jam-jam yang panjang mungkin tidak terlalu direkomendasikan. Yang penting target tercapai. Itu mungkin yang dikatakan oleh para pengusaha. Tapi bayangkanlah bila karyawan memilih bekerja dalam jam-jam yang panjang sehingga target mereka tercapai melebihi yang diharapkan. Bukankah ini menyenangkan bagi Anda?
Solusi paling tepat untuk menciptakan perubahan kinerja ini tidak lain adalah DORONGAN POSITIF. Yaitu memberikan beragam konsekuensi positif terhadap prestasi kerja karyawan. Para pemimpin dan perusahaan mungkin telah memahaminya, tapi sedikit sekali melakukannya.
Langganan:
Postingan (Atom)